Kepramukaan merupakan wadah organisasi yang dibentuk oleh Robert Baden Powell yang asal namanya adalah Scoutt, kemudian di bawa dan dipelajari di Indonesia oleh Hamengkuboewono IX dan dinamai Pramuka.

Organisasi pramuka memiliki beberapa tingkatan seperti Siaga, Penggalang, Bantara dan Pandega. Tingkatan tersebut diklasifikasikan berdasarkan usia anggotanya.

PERTAMA KALI IKUT PRAMUKA
Pada dasarnya anggota pramuka harus melaui urutan yang benar, misalnya mulai dengan Siaga, namun karena pada waktu itu sudah kelas 5 SD, maka saya masuk penggalang.

Saya menjadi penggalang hingga kelas 3 SMP, kebetulan saya selalu mengikuti kepramukaan dan memang senang karena bisa berpetualang dengan alam dan suka tantangan baru (alasan klasik sepertinya).

Pada SMA barulah menjadi anggota Bantara, dan disinilah perjalanan yang sesungguhnya dimulai.

MENJADI ANGGOTA BANTARA
Sejujurnya saya lebih mengenal pramuka lebih dalam pada saat menjadi Bantara, perbedaannya sangat jauh dibandingkan dengan Penggalang, walaupun masih ada pembelajaran yang masih sama dengan penggalang.

Perbedaan yang saya rasakan adalah petualangan yang lebih menantang, bahkan berpikir lebih keras.

Saat pemilihan ekstrakulikuler awalnya saya masuk ke Teater, karena penasaran dengan ekstrakulikuler seni peran ini, yaa saya seorang yang pemalu apalagi harus berdiri di depan banyak orang. mungkin dengan masuk ke dalam ekstrakulikuler Teater bisa mengurangi sifat pemalu.

Namun sebulan ada di teater rasanya kurang cocok,apalagi saya tidak memiliki bakat apapun di bidang seni, main alat musik tidak bisa, apalagi berakting. Akhirnya saya memutuskan untuk masuk Pramuka, sebenarnya itupun dibujuk oleh teman sekelas.

Pada 6 bulan pertama, rasanya menikmati berada di pramuka, namun semakin kesini rasanya bosan dengan kegiatan yang berulang, entah penerapan dari kakak kelas yang tidak bisa membuat anggotanya lebih berkreasi, atau saya yang memang bosan dan lelah.

Bayangkan saja ekstrakulikuler dilaksanakan setiap hari sabtu dari pagi hingga siang yang seharusnya minggu adalah waktu untuk beristirahat, dan ini jujur membuat saya lelah.

MENJADI KETUA PRAMUKA
Setelah kakak kelas lengser dari jabatannya, maka kami yang dahulu menjadi anggota yang diarahkan juga dididik meneruskan dinasti ini, saya menjabat menjadi Pradana pramuka (istilah ketua pramuka di Bantara), antara senang juga agak kurang bersemangat.

Senang karena akan banyak dikenal oleh guru-guru juga anggota ekstrakulikuler yang lain, kurang bersemangat karena saya harus menyusun program kerja selama satu tahun kedepan, walaupun saya bukan Pradana satu-satunya.

Di dalam kepramukaan antara putra dan putri itu kesatuan yang terpisah, maksudnya adalah baik anggota putra ataupun putri memiliki jabatan dan tanggung jawab yang sama.

Pradana pramuka terdapat dua orang yang menjabat, yaitu Pradana Putra juga Pradana putri, begitupun dengan Sekretaris (Kirani), bendahara serta juru adat. Kami bekerja lebih optimal karena dalam jumlah anggota dewan kerja lebih banyak dibandingkan dengan organisasi ekstrakulikuler lainnya.

MENJADI KETUA PRAMUKA MEMBUAT PRUSTASI
Entah mengapa menjadi seorang ketua pramuka bagi saya itu memiliki tekanan tersendiri, dikala siswa yang lain hanya fokus untuk belajar, disini pikiran terbagi dua, harus memikirkan banyak mata pelajaran, juga memikirkan kondisi pramuka yang harus sejalan dengan program kerja yang telah dibuat.

Hal yang membuat tidak tenang adalah jika ada program kerja yang boleh dibilang sebuah project besar, misalnya mengadakan LATGAB (Latihan Gabungan).

LATGAB itu semacam latihan yang dilaksanakan diluar sekolah, kegiatannya berupa tes yang ditujukan kepada anggota calon Bantara melalui pos-pos yang sudah ditentukan, mungkin anda pernah mengikuti acara jerit malam diacara pramuka? nah, Latgab pun sama. Bedanya latgab dilaksanakan oleh beberapa Ambalan (istilah Gugus Depan) atau beberapa sekolah dalam satu kecamatan.

Pada tahun dimana saya menjadi ketua pramuka, kebetulan sekolah kami menjadi tuan rumah. Dan hal ini yang membuat saya semakin dilanda kebingungan, walaupun ketua hanya sebatas memberikan arahan, namun saya menjadi otak sekaligus pengambil keputusan.

Anggota dewan yang berjumlah sedikit menjadikan beban tersendiri, apalagi anggota dewan putra yang hanya berjumlah 5 orang membuat saya harus ikut terjun kelapangan untuk membantu.

Persiapan Latgab boleh dibilang program kerja yang paling rumit dan merepotkan, apalagi kami menjadi tuan rumah yang harus mempersiapkan segalanya. Setidaknya ada 5 sekolah dalam satu kecamatan yang ikut serta dalam latgab ini.

Panitia dibentuk dari masing-masing perwakilan sekolah, sehingga kami selaku tuan rumah harus mempersiapkan jadwal rapat dan kesiapan peralatan. Biasanya lokasi latgab akan dilaksanakan dekat dengan sekolah si tuan rumah, mulai dari pos pertama yag berada di lapangan sekolah,hingga pos terakhir pun ada disini.

Persiapan yang dilakukan menjadi kalang kabut bagi saya, mungkin butuh dua bulan untuk mengurus semuanya, membuat surat izin, masalah biaya yang harus disediakan, konsumsi dan piagam penghargaan bagi peserta Latgab. Bahkan saya dan beberapa anggota dewan sempat beberapa kali dispensasi dari matapelajaran sekolah karena harus melakukan perizinan dengan sekolah lain yang akan mengikuti Latgab.

Alhamdulilah selama acara berlangsung cukup lancar, dan bahkan tidak ada kendala dan beban, saya rasa beban itu dirasa cukup berat pada masa persiapan yang memakan waktu lama.

MELAKSANAKAN DIKLAT
DIKLAT (pendidikan dan latihan) merupakan program kerja terakhir yang harus diselesaikan, program kerja ini sama halnya seperti Latgab, bedanya jika latgab dilaksanakan selama satu hari penuh, maka diklat dilkasanakan selama tiga hari dengan berkemah.

Memang seru kedengarannya berkemah, bahkan inilah yang ditunggu-tunggu ketika menjadi anggota pramuka. Namun Diklat bagi Bantara bukan seperti berkemah bersenang-senang pada umunya, Diklat Bantara bertujuan untuk melatih para calon anggota Bantara mengikuti serangkaian kegiatan sebagai salah satu diterimanya menjadi Bantara.
Peserta Diklat Calon Bantara

Mungkin bagi orang lain mengganggap Diklat itu sebagai ajang balas dendam, tapi sejak sekarang saya bisa mengubah mindset itu. Untuk kegiatan Diklat pun tidak terlalu keras diberikan ke peserta, namun lebih mementingkan ke pembelajaran di alam, bagaimana cara menggunakan kompas, bertahan hidup serta belajar menikmati alam.
Saya sedang memberikan intruksi ke wakil regu

Sejujurnya persiapan Diklat pun membuat saya down, sama halnya dalam mempersiapkan latgab, namun ini lebih kompleks, kami mempersiapkan persediaan makanan, peralatan berkemah, akomodasi, perizinan, survey tempat juga kondisi fisik.

Hal yang paling tidak diduga ialah ketika juru adat (wakil ketua putra) tidak bisa mengikuti acara Diklat karena mengalami kecelakaan, jujur itu membuat saya lebih tertekan, harusnya ada yang bisa diandalkan, tapi ini semua serasa dibebankan kepada saya. Apalagi pembimbing pramuka kadang selalu membuat saya tertekan dengan perkataannya, ada hal yang salah sedikit siapa lagi kalau bukan ketua yang kena imbasnya.
Penjelajahan alam, belajar mencari arah, survive (bertahan hidup) dan menikmati alam

Hari terakhir ketika menjalani diklat adalah hari yang menyenangkan, semua beres dan lumayan lancar walaupun ada sedikit kendala. Terasa menyenangkan karena saya merasa terbebas dari beban yang selama ini dipikul, namun dari semua ini saya bisa belajar cara berorganisasi, menghargai pendapat orang lain, memilih keputusan yang tepat serta ilmu sabar yang didapat.
Hari terakhir Diklat

Pelajaran yang saya dapatkan ketika menjadi seorang ketua dalam sebuah organisasi ialah hanya cukup mengatur dan memberi arahan bagaimana agar semuanya berjalan dengan baik, semuanya bisa bekerjasama dan mengerjakan apa yang menjadi tugasnya, kesalahan yang pernah saya lakukan adalah tidak percaya terhadap juru adat yang memberikan pelatihan kepada anggota, entah mengapa saya mengambil alih tugasnya tanpa berdiskusi dengannya, dan itu menjadi pelajaran bagaimana seharusnya ketua bersikap.
Saya